• Cek Yuk!

    16 August 2019

    Kembali Jumpa di Tugu Pal Putih Jogja


    Sebagaimana Tugu Pal Putih yang tetap kukuh berdiri, kerinduannya tak pernah tergoyahkan. Setiap bulan, di malam yang bertanggal sama, ia datang menghampiri pojokan sebelah tenggara monumen ikonik itu. Ia melakukan ritual rutinnya, menanti sebuah kehadiran. Keyakinannya begitu kuat bahwa pertemuan hanyalah soal waktu.

    Tak seperti dulu, kini tersedia bangku-bangku kayu yang bagus untuk para pelancong melepas lelah di area itu, atau untuk sekadar bersantai. Maka ia pun asyik menanti sembari tumpang kaki, layaknya beberapa turis lokal lainnya yang sedang menikmati suasana istimewa Jogja di malam hari.

    Namun, malam ini terasa sangat berbeda. Kilasan-kilasan masa lalu berkelebatan di ingatannya sejak beberapa hari ke belakang. Beragam memori indah itu bergulung-gulung tak ada hentinya, bersamaan dengan munculnya kenangan kelam.

    "Kita akan bertemu lagi. Itu sudah garis hidupku. Kamu tunggu aku atau tidak, kita pasti bertemu lagi …."

    Ucapannya dulu itu akhirnya berubah jadi kutukan yang tak hilang disapu waktu. Ia, lelaki pemurung yang tetap menunggu.

    ***


    "Sudah, di sini saja, Tih …."

    Seakan putaran waktu tiba-tiba berhenti. Suara merdu itu lebih dari sekadar dikenalnya. Ia menoleh dan terkesima, melihat seorang perempuan bergaun batik merah marun yang terlihat anggun. Wajah ovalnya sedang tersenyum sambil menunjuk ke arah Tugu. Perempuan yang cantik dan bercahaya.

    Ia segera menghampiri. Kerinduannya sudah tertahan begitu lama dan kini tiba-tiba amat membuncah. Hendak disapanya perempuan pujaan yang selalu dinantikannya ini.

    "Terima kasih, Ratih …," ucapan perempuan itu menghentikan niatnya, "ini pertama kalinya aku berani datang lagi ke sini. Tugu Pal Putih ini tetap gagah dan indah. Di sinilah kami pertama bertemu, tapi di sini juga dia pergi ...."

    Seorang gadis cantik muda berambut panjang segera memeluk dengan penuh kasih. Kepalanya perlahan-lahan disandarkan di bahu perempuan paruh baya yang kedua matanya mulai basah. Beruntung, lalu-lalang manusia tak cukup ramai di hadapan mereka. Tak ada yang memerhatikan air mata yang segera diseka.

    "Ratih sering dengar dari Ibu. Ratih senang Eyang Putri sudah mau mengikhlaskan. Itu kecelakaan yang sangat mengerikan …, pastinya. Kita sama-sama doakan Eyang Kakung, ya, Eyang…."

    ***


    Keduanya tenggelam dalam keheningan di tengah mulai ramainya pengunjung yang berdatangan. Para pelancong yang sudah selesai makan malam mulai mengalir ke sekitar Tugu Pal Putih. Sebagian membawa kenangan lama, sebagiannya lagi datang untuk menggoreskan kenangan baru yang akan diingat untuk selamanya.

    Ia menikmati pertemuan yang dinanti-nantikannya. Lelaki menanggalkankan kemurungannya dan melangkah sembari memamerkan senyum kebahagiannya. Menatap Tugu dengan bangga, sebelum melebur ke dalam hangatnya cahaya.

    Penulis: Yuska Sadewata

    No comments:

    Post a Comment

    Bicara Fiksi

    Fiksi Mini

    Inspirasi