Langkahnya tergesa-gesa melalui koridor yang panjang bak tak bertepi, dengan kernyit muka terlihat berat menahan beban. Ketika ia tiba, sesosok penyambut berwajah teduh bangkit menyongsongnya, meraih tangannya segera, lalu mengelus-elus lembut jemarinya tanpa bersuara.
Ia melirik pada jam tangannya, bersiap memuntahkan kata-kata. Namun seulas senyuman tulus membungkam kemauannya. Sia-sia pula ia tetap mencoba bicara, sebab sebuah anggukan pelan dengan cepat menghentikannya.
Suara bayi nyaring terdengar dari balik dinding ruangan. Ia menghempaskan diri ke dalam empuknya sofa ruang tunggu, memejamkan mata. "Tuhan," keluhnya dalam hati, "andai kutahu betapa beratnya cerita ini, takkan kubiarkan dia menanggungnya tanpa setahuku."
Di ruang bersalin, Kasih merasakan semua energinya habis sama sekali, terkuras tidak bersisa. Namun senyumnya mengembang penuh kepuasan. Wajahnya yang berkeringat memancarkan cahaya ketulusan. Ruangan menjadi terang oleh cahaya berpendaran. Ia sudah melahirkan Rindu, setelah tertunda sekian lama. Ia tahu, Hati sudah tiba.
"Terima kasih, Bapa Zaman ...."
No comments:
Post a Comment