“Aku mau juga dong, bisa bikin cerpen seperti kamu, Mi,” Elyas tiba-tiba saja sore itu menyatakan idenya di luar gerbang sekolah, saat sama-sama keluar seusai jam pelajaran terakhir. Harumi mengernyitkan dahi, menatap Elyas seakan tak percaya.
“Serius, Yas? Pantesan dua hari terakhir kamu kelihatan nggak konsen, bengong aja, bikin nelangsa yang ngeliat, gitu loh.”
Elyas langsung tertawa.
“Itu sih kurang minum aja kali, Mi. Udah deh, jangan ngeledek. Mau ajarin aku?”
Harumi mengajak Elyas duduk-duduk dulu di pojok taman alun-alun, tak jauh dari sekolah mereka. Beberapa pengunjung lain sudah berada di lokasi tersebut sambil memesan makanan dari pedagang yang mangkal di dekat bahu jalan.
“Aku pesankan dulu es campur ya, aku yang traktir, biar kamu semangat ngajarin aku,” Elyas sigap memberi isyarat memesan dengan dua jarinya pada bapak penjual, tak menunggu persetujuan Harumi.
“Asyiiik, makasih ya.”
“Udah, biasa aja ekspresi bahagianya, kayak yang jarang aku traktir aja.”
“Kan emang jarang ….”
“Ishhh, malah buka rahasia. Balik ke soal fiksi mini, gimana?” Elyas berusaha keras mengembalikan diskusi, melihat Harumi menahan tawa.
“Ok, ok. Mending kamu belajar bikin fiksi mini aja dulu deh, Yas. Cukup beberapa paragraf pendek, tapi tetap bisa menyampaikan pesan. Kalau bagus, ini juga bisa punya arti yang mendalam kok, apalagi sekarang banyak orang yang sepertinya nggak punya waktu untuk membaca tulisan berlama-lama,” ucap Harumi sambil mulai membuka-buka referensi daring di tabletnya.
“Fiksi mini itu flash fiction ya, Mi?” Elyas mulai tertarik.
“Yaaa, betul! Ada juga yang menyebut sebagai fiksi kilat (sudden fiction), cerita sangat pendek (short-short fiction), fiksi mikro (microfiction), atau cerita mikro (microstrories), begitu yang aku baca di sini,” Harumi menunjukkan laman yang sedang dibukanya.
“Berarti jumlah kata yang dipakai bisa sedikit banget, ya? Asyik, gampang dong?” Elyas tampak bersemangat.
“Naah, itu dia bahan diskusi kita. Bayangkan, isi pikiran kita, ide cerita kita, harus disampaikan di dalam tulisan yang sebegitu pendeknya. Apa betul bakal lebih gampang, Yas?” Harumi balik bertanya.
“Yaelah, kok malah balik nanya aku? Yang pintar menulis cerita kan kamu.”
Percakapan terhenti oleh kehadiran es campur yang dengan segera membuat keduanya sibuk melahap sajian dingin nan nikmat tersebut.
“Memangnya seperti apa sih fiksi mini itu, Mi?”
“Hmmm, ini dia. Kita sama-sama pelajari dulu 3 karakteristik fiksi mini. Siap menyimak?” Harumi menyimpan dulu sendoknya dan kembali membuka tabletnya.
“Siap bos!”
“Karakter pertama, ringkas. Mengutip dari referensi ini, fiksi mini bisa disusun dari mulai 6 kata sampai 1000 kata. Kalau jumlahnya lebih dari itu kan sudah jadi cerpen.”
“Ok, got it. Aku mau pake 505 kata aja, deh.”
“Kok kayak angka di merek celana jeans, sih?”
“Aaah, nggak apa-apa juga, kan? Lanjutin, Mi!”
“Karakteristik kedua, plot. Fiksi mini harus tetap punya plot atau urutan peristiwa yang lengkap, artinya memiliki bagian awal, tengah, dan akhir dari alur cerita. Bagaimanapun, fiksi mini harus berbeda dengan puisi atau sketsa, yang tidak memerlukan plot untuk menggugah emosi atau ingatan pembaca. Sampai sini paham?”
Yang ditanya tampak kaget. Ia sedang sibuk melepaskan sisa serutan kelapa muda yang menempel di mangkok es campurnya.
“Iy… iyyaa, lanjut!” ia buru-buru menggeser mangkoknya, tapi Harumi malah tertawa, melihat sisa kelapa muda menempel di bawah bibir sahabatnya itu.
“Karakteristik ketiga, kejutan. Fiksi mini yang keren memiliki kejutan, yang biasanya berupa liku-liku pada bagian akhir cerita, atau ending yang tidak terduga. Kejutan ini bukan gimmick semata, tapi mengajak pembaca untuk memikirkan makna sebenarnya dari cerita yang dibacanya.”
Diskusi berlangsung seru, dan segera setelah dirasa cukup, keduanya berdiri dan siap pulang. Saat itulah, tiba-tiba Elyas panik. Tangan kanannya masih memegang dompet, ketika menatap Harumi sambil terlihat pucat.
“Harumi ..., aku baru ingat ..., sisa uangku tadi aku pakai bayar iuran acara kelas….”
Tawa Harumi pecah, sebelum ia merogoh dompet di dalam tasnya.
16 September 2021
bicara fiksi
No comments:
Post a Comment